Jumat, 02 November 2012

FILSAFAT ILMU SEBAGAI SARANA PENALARAN ILMIAH DAN PENERAPANNYA DALAM PENELITIAN


 FILSAFAT ILMU SEBAGAI SARANA
PENALARAN ILMIAH DAN PENERAPANNYA
DALAM PENELITIAN

Abidin

A.   Pendahuluan
      Manusia lahir dalam keadaan misterius. Artinya  sangat sulit mengetahui mengapa,  bagaimana,  dan untuk apa kelahirannya itu.  Yang pasti diketahui ialah bahwa manusia dilahirkan oleh Tuhan melalui manusia lain (orang tua),  sadar akan hidup dan kehidupannya dan sadar pula akan tujuan hidupnya.  Yaitu kembali kepada Tuhan. Kehadirannya ke dunia seperti buku tanpa bab pendahuluan dan penutup.  Ia  akan menghadapi isinya saja.  Ia harus menyusun sendiri bab pendahuluan dan penutupnya itu berdasarkan fakta  yang tersirat dalam  lembaran-lembaran isinya.
Oleh karena itu setiap orang akan cenderung berbeda pandangannya tentang ide penutup buku yang menggambarkan tujuan akhir hidupnya nanti.  Hal ini setiap orang tidak sama kemampun imajinasinya terhadap lembaran-lembaran isi buku yang menggambarkan fakta atau kenyataan hidup ini.  Perbedaan-perbedaan itu hendaknya justru dipandang sebagai sumber kekayaan pengetahuan tentang misteri hidup dan kehidupan manusia.
Menurut  Soertrisno dkk., sesungguhnya manusia adalah mahluk yang lemah, yang keberadaannya sangat tergantung kepada penciptanya.[3]  Akan tetapi kebergantungan terhadap sang pencipta tersebut bukanlah semata-mata melainkan ketergantungan (dependence) yang berkeleluasan (indevendence).  Manusia menerima ketergantungan itu dengan otonomi, independensi, serta kreaktifitasnya sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan  dan mengembangkan hidup dan kehidupannya.

B.   Pembahasan
1.    Filasafat Ilmu Dari Dulu sampai Sekarang
             Melihat dari sejarah hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Menurut Bertens, filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah.[4] Namun munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat.
Ilmu pengetahuan di ambil dari bahasa inggris science, yang berasal dari bahasa latin scientie dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga menunjuk segenap pengetahuan sistematik. Menurut Bahm defenisi ilmu pengetahuan paling tidak melibatkan enam macam komponen yaitu masalah, sikap, metode, aktivitas, kesimpulan dan pengaruh[5].
            Selanjutnya Van Peursen mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut [6] Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
            Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan,  maka kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan.
            Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Michael  whiteman dalam Koento Wibisono dkk mengemukakan bahwa persoalan ilmu dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dalam persoalan-persoalan filsafati  sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya banyak persoalan filsafati sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah.[7]

2.  Pemikiran Yang Berkembang
      Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya cara berpikir logis, maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh pengetahuan juga berkembang. Semua orang memiliki pemahaman yang sama akan sesuatu hal yang dari dahulu hingga sekarang tetap sama. Sebagai contoh, meja dari dahulu hingga sekarang tetaplah bernama meja tidak digantikan dengan yang lain.
      Namun bila dilihat dari sisi lain bahwa  teori kebenaran juga merupakan batas pengetahuan dalam landasan teori kebenaran. Pembatasan pengetahuan itu dibatasi oleh panca indera kita. Kita dapat melihat, mendengar, mengecap, meraba, dan mencium dari panca indera itu secara tepat. Apabila salah satu dari panca indera tersebut tidak berfungsi dengan baik maka tidak dapat berpikir secara tepat. Selain pengetahuan dari indera, juga ada pengetahuan non indera yang menjadi sumber pengetahuan manusia. Itu berasal dari akal budi manusia atau rasio manusia. Melalui akal, manusia dapat berpikir secara tepat dan logis, dapat memiliki gagasan atau ide dan hasil dari berpikir itu adalah pengetahuan yang rasional.
            Kreativitas lahir bersama dengan lahirnya manusia itu. Kreativitas tidak hanya sebagai penalaran, tetapi juga meningkatkan dan membuka tabir alam yang tersedia dalam suatu dimensi kreatif. Kreativitas terdiri dari empat fungsi dasar yang interaktif, yaitu: 1.berpikir rasional, 2. perkembangan emosional,3. perkembangan bakat khusus, dan 4. tingkat tinggi kesadaran yang menghasilkan imajinasi, fantasi, pendobraka pada kondisi ambang kesadaran atau ketaksadaran
            William S. menjelaskan tentang tahap-tahap dalam proses kreatifitas berlangsung melalui persiapan (preparation), inkubasi (incubation), iluminasi (illumination) dan verifikasi (verification). Sadangkan perkembangan kreativitas dapat diibaratkan lingkaran eskalasi yang memiliki aspek urutan (succession), diskontinuitas (discontinuity), kemenonjolan (emergence), diferensiasi dan integrasi.[8]  Peranan aktivitas dalam evolusi ilmu dapat dikembangkan melalui potensi kreatif individu dan kelompok yang merupakan kemungkinan dan kekuatan untuk menjalankan berbagai langkah perubahan kehidupan manusia dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Demikian pula pengaruh dimensi kreatif dapat dilihat dari perkembangan ide-ide kreatif yang mencetuskan teori-teori ilmiah spektakuler, meskipun terdapat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan tersebut.
            Perkembangan semua pengetahuan tersebut sangat pesat.  Makin banyak pengalaman,  semakin mendorong manusia untuk mencari dan mengembangkannya dan makin banyak cabang pengetahuan tersebut. Perkembangan pengetahuan manusia mengakibatkan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan manusia. Menurut Chalmers pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan diperkirakan sejak 400 tahu yang lalu. Sejak pemikir-pemikir seperti Copermicus,  Galileo,  Kappler,  dan yang lebih jelas lagi sejak F. Bacon pada abad ke 15 dan 16.[9]

3. Penalaran Ilmiah
            Menurut Andi Hakim Nasution dalam Jujun mengemukakan bahwa sekiranya binatang mempunyai kemampuan menalar, maka bukan harimau Jawa yang sekarang ini yang dilestarikan jangan punah, melainkan manusia jawa[10]Kemampuan menalar ini menyebabkan manusia mampu  mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan setelah  itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk,  serta mana yang indah dan mana yang jelek. Manusia adalah  satu-satunya mahluk yang mengembangkan  pengetahuan ini secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya.
            Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar.  Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama,  maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu-pun berbeda-beda. Menurut Juyun penalaran merupakan suatu proses perpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa,  bersikap,  dan bertindak.[11] 
            Pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran,  maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu.  Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses kesimpulan terseburt dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika,  dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.[12] Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk kesesuaian studi yang memusatkan diri pada penalaran ilmiah.
            Baik logika deduktif maupun logika induktif dalam proses penalarannya,  merupakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa kita kepada sebuah pernyataan yaitu bagaimanakah caranya mendapatkan pengetahuan yang benar. Sebenarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman.
            Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain.  Yang penting  untuk  kita ketahuai adalah intuisi dan wahyu.  Namun sampai sekarang ini pengetahuan yang didapatkan secara rasional dan empiris.  Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.  Intuisi bersipat personal dan tidak bisa diramalkan. Pengetahuan Intuitif  dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakannya. Maslow dalam Stanley mengemukakan intuisi ini merupakan pengalaman puncak[13] .Sedangkan bagi Nietzsche dalam George mengemukakan  intuisi merupakan inteligensi yang paling tinggi[14] .
            Penalaran mempunyai banyak masalah yang sulit. Namun yang terpenting adalah bagaimana cara kita menemukan atau mengetahui suatu objek yang belum tentu lewat penarikan kesimpulan.  Saya mengetahui masalah ini tampaknya sangat sulit bagi saya dan saya tak bisa memberikan pemecahan yang lengkap. Namun suatu hal yang  pasti bahwa kita dapat mempelajari sesuatu dengan diskusi.[15] Contoh, jika seorang bertanya kepada saya berapakah 23.169 x 7.84.  Mula-mula memang saya tidak tahu,  tetapi setelah saya duduk mengerjakan perkalian tersebut lalu saya tahu bahwa 23.169 x 7.84 adalah 181.807.143.tetapi proses perkalian ini adalah berpikir:adalah penalaran.

4.  Penerapan dalam Penelitian  Ilmiah
            Sebelum melakukan tindakan atau penerapan dalam penelitian ilmiah,  maka terlebih  dahulu harus memahami  struktur penelitian dan penulisan ilmiah. Pemilihan bentuk dan cara penulisan dari  khasanah yang tersedia merupakan masalah selera dan prefrensi program dengan memperhatikan berbagai faktor lainnya seperti   masalah apa yang sedang dikaji,  siapakah pembaca tulisan ini  dan dalam rangka kegiatan keilmuan apa karya ilmiah ini disampaikan.
             Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan.  Maka itu mutlak diperlukan penguasaan yang baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penelitian dan sekaligus mengkomunikasikannya secara tertulis. Sehingga tidak lagi menjadi soal dari mana dia akan memulai,  sesudah itu melakngkah ke mana.  Sebab penguasaan tematis dan teknik akan menjamin suatu keseluruhan bentuk yang utuh.
            Demikian juga bagi seorang penulis ilmiah yang baik,  tidak jadi masalah apakah hipotesis ditulis langsung setelah perumusan masalah,  ditempat  mana akan dinyatakan postulat,  asumsi,  atau prinsip,  sebab dia tahu benar hakikat dan fungsi unsur-unsur tersebut dalam keseluruhan struktur penulisan ilmiah.
            Setelah masalah dirumuskan denganbaik, maka seorang peneliti menyatakan tujuan penelitiannya.  Tujuan penelitian ini adalah pernyataan mengenai ruang lingkup dan kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan masalah yang dirumuskan.Setelah itu dibahaslah kemungkinan-kemungkinan kegunaan penelitian yang merupakan manfaat yang dapat dipetik dari pemecahan masalah yang didapat dari peneliti. Menurut Jujun S. mengemukakan secara kronologis dapat kita simpulkan enam kegiatan dalam langkah dalam pengajuan masalah yaitu latar belakang masalah,  identifikasi masalah,  pembatasan masalah,  perumusan masalah,  tujuan dan kegunaan penelitian[16].Patut dikemukakan bahwa terdapat kaitan yang erat antara keenam kegiatan tersebut.
            Antara latar belakang masalah dan kegunaan penelitian kadamg-kadang sudah terdapat kaitan yang bersifat a priori umpamanya sebuah penelitian akan digunakan sebegian dasar penyusunan kebijakan secara nasional. Tentu saja hasil penelitian dipergunakan untuk kebijakan bersifat nasional maka hal ini akan mempengaruhi empat kegiatan lainnya terutama sekali proses pembatasan masalah,  sebab untuk generalisasi ke tingkat nasional kita tidak mungkin melakukan infersens dari hasil penelitian yang terbatas pada suatu kecamatan.
            Penyusunan kerangka teoritis.  Setelah masalah berhasil dirumuskan dengan baik maka langkah kedua dalam metode ilmiah adalah mengajukan hipotesis.  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan.  Seperti diketahui dalam memecahkan berbagai persoalan terdapat bermacam cara yang dapat ditempuh manusia.  Namun secara garis besarnya maka cara tersebut dapat dikategorikan kepada cara ilmiah dan non ilmiah.
            Dengan meletakkan kerangka teoritis pada fungsi sebenarnya maka kita lebih maju dalam meningkatkan mutu keilmuan  keegiatan penelitian. Secara ringkas langkah dalam menyusun kerangka teoritis dan pengauan hipotesis adalah: pengkajian mengenai teori-teori ilmiah yang akan dipergunakan dalam analisis, pembahasan mengenai penelitian-penelitian yang relevan,  penyusunan kerangka berpikir, dalam pengajuan hipotesis dengan menggunakan premis-premis dan perumusan hipotesis.
            Metodologi penelitian. Pada bagian ini setelah berhasil merumuskan hipotesis yang diturunkan secara deduktif dari pengetahuan ilmiah yang relevan maka langkah berikutnya adalah mengajukan hipotesis tersebut secara empirik. Artinya kita melakukan verifikasi apakah pernyataan yang didukung. Oleh hipotesis yang diajukan tersebut didukung atau tidak oleh kenyataan yang bersifat  faktual.
            Secara ringkas  dalam penyusunan dalam metodologi penelitian mencakup kegiatan sebagai berikut: tujuan penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk pertanyaan yang mengidentifikasikan variabel-variabel dan karakteristik-karakteristik hubungan yang akan diteliti, tempat dan waktu penelitian dimana akan dilakukan generalisasi mengenai variabel-variabel yang ditelit,  metode penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan tingkat generalisasi yang diharapkan,teknik pengambilan contoh yang relevan dengan tujuan penelitian tingkat keumuman dan metode penelitian,  teknik pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel yang akan dikumpulkan,  suber data,  teknik pengukuran,  instrument,  dan teknik mendapatkan data,  teknik analisis data yang mencakup langkah-langkah dan teknik analisis yang dipergunakan yang ditetapkan berdasarkan pengajuan hipotesis.
            Setelah perumusan masalah, pengajuan hipotesis dan penetapan metode penelitian maka sampailah kita kepada langkah berikutnya yakni melaporkan hasil apa yang kita temukan berdasarkan hasil penelitian. Sebaiknya bagian ini betul-betul dipergunakan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan selama penelitian untuk menarik kesimpulan penelitian.      Deskripsi tentang langkah-langkah dan cara pengelompokan data sebaiknya sudah dinyatakan dalam metodologi penelitian.  Namun sering kita melihat bahwa bagian ini dipenuhi dengan pernyataan-peryataan yang kurang relevan dan pembahasan hasil penelitian yang menyebabkan menjadi kurang tajamnya fokus analisis dalam pengkajian.
            Dengan memahami struktur  penelitian dan penulisan ilmiah,  maka barulah dalam peroses  penerapan ilmia dapat dilakukan dengan baik sehinga hasilnya-pun dapat dicapai dengan baik serta bermanfaat kepada pengembangan ilmu pengetahuan.

C.   Penutup

1.    Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.
2.    Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya cara berpikir logis, maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh pengetahuan juga berkembang. Namun bila dilihat dari sisi lain bahwa  teori kebenaran juga merupakan batas pengetahuan dalam landasan teori kebenaran.
3.    Kemampuan menalar ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan setelah  itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan.  
4.    Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Maka itu mutlak diperlukan penguasaan yang baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penerapan dalam suatu penelitian dan sekaligus mengkomunikasikannya secara tertulis.

D.   Daftar Pustaka

Bahm, Archie, J., 1980., “What Is Science”, Reprinted from my Axiology; The   Science Of Values
Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta

Bertens, K., 1999., “Sejarah Filsafat Yunani”, Penerbit Kanisius Yogyakarta 

Chalmers A.F. 1983. Apa itu yang dinamakan Ilmu. Jakarta. Suatu Penilaian tentang watak dan Status Ilmu Serta Metodenya. (Terjemahan redaksi Hasta Mitra,  Hasan Mitra)

George F. Kneller.  1989. Intruduktion to the Philosohy of  Education (New Yoark: John Weley)

http://wangmuba.com/2009/04/20/filsafat-ilmu-dan-ilmu-pengetahuan-sebagai-jalan-menuju-kebenaran/ 4-11-09

Jujun S. 2007 Filsafat ilmu. (sebuah Pengantar popoler) PT. Pancaranintan Indgraha, Jakarta.

Jujun S. 2006. Ilmu Dalam Persepektif . Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu Jakarta (Yayasan Obor Indonesia)

Kuhn Thomas S. 2008. The Structure of Scientific Revolutions. Penerbit PT. remaja Rosdakarya Bandung.

Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan  “Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte Gadjah Mada University Yogyakarta   “Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran Dan Perkembangannya Sebagai Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu UGM Yogyakarta, 

Nuchelmans, G., 1982., “Berfikir Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, Dialihbahasakan Oleh Soejono Soemargono”, UGM Yogyakarta 

Noehadi tati herawaty, 2002.  Menyoal Objektifitas Ilmu pengetahuan . (Penerbit Teraju Khazanah Pustaka Keilmuan).

Soeparmo, A.H., 1984., “Struktur Keilmuwan Dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam”, Penerbit Airlangga University  The Liang Gie., 1999., Pengantar Filsafat Ilmu Yogyakarta.

Stanly M. Honer dan Thomas C. Hunt 1988. Invitation to philosophy Belmont, Cal : Wadsworth.

Sutrisno dkk, 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.Yogyakarta Penerbit C.V. Andi Offset.

Van Paursen dkk, 2003. Pengantar Filsafat Ilmu. PT. Tiara Wacana Yogya

William S. 1995. Sahakian dan dan Mabel Lewis sahakian, realism of Pholosopy ( Cam Bridge, Mass: Schenkman)

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting