FILSAFAT ILMU SEBAGAI SARANA
PENALARAN ILMIAH DAN
PENERAPANNYA
DALAM PENELITIAN
Abidin
A. Pendahuluan
Manusia lahir dalam keadaan
misterius. Artinya sangat sulit
mengetahui mengapa, bagaimana, dan untuk apa kelahirannya itu. Yang pasti diketahui ialah bahwa manusia
dilahirkan oleh Tuhan melalui manusia lain (orang tua), sadar akan hidup dan kehidupannya dan sadar
pula akan tujuan hidupnya. Yaitu kembali kepada Tuhan.
Kehadirannya ke dunia seperti buku tanpa bab pendahuluan dan penutup. Ia
akan menghadapi isinya saja. Ia
harus menyusun sendiri bab pendahuluan dan penutupnya itu berdasarkan
fakta yang tersirat dalam lembaran-lembaran isinya.
Oleh karena itu setiap orang akan cenderung
berbeda pandangannya tentang ide penutup buku yang menggambarkan tujuan akhir
hidupnya nanti. Hal ini setiap orang
tidak sama kemampun imajinasinya terhadap lembaran-lembaran isi buku yang
menggambarkan fakta atau kenyataan hidup ini.
Perbedaan-perbedaan itu hendaknya justru dipandang sebagai sumber
kekayaan pengetahuan tentang misteri hidup dan kehidupan manusia.
Menurut Soertrisno dkk., sesungguhnya manusia adalah mahluk yang lemah, yang keberadaannya
sangat tergantung kepada penciptanya.[3] Akan tetapi kebergantungan terhadap sang
pencipta tersebut bukanlah semata-mata melainkan ketergantungan (dependence)
yang berkeleluasan (indevendence).
Manusia menerima ketergantungan itu dengan otonomi, independensi, serta
kreaktifitasnya sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan dan mengembangkan hidup dan kehidupannya.
B. Pembahasan
1. Filasafat Ilmu Dari Dulu sampai Sekarang
Melihat dari sejarah hubungan antara filsafat
dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pada permulaan
sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran
teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata
juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Menurut Bertens, filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu
kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah.[4] Namun
munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi
perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Demikian dapatlah dikemukakan
bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan
filsafat.
Ilmu
pengetahuan di ambil dari bahasa inggris science, yang berasal dari bahasa
latin scientie dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari,
mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti
sehingga menunjuk segenap pengetahuan sistematik. Menurut Bahm defenisi ilmu pengetahuan paling tidak melibatkan enam
macam komponen yaitu masalah, sikap, metode, aktivitas, kesimpulan dan pengaruh[5].
Selanjutnya Van Peursen mengemukakan
bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang
ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut [6] Perkembangan
ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang
pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu
pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Pengetahuan
dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas
(konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam
pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, maka kita dapat mensinyalir bahwa peranan
ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial
menjadi sangat menentukan.
Bidang garapan filsafat ilmu
terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi
eksistensi ilmu yaitu: ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang
ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara
ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa
ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa
kritik dari filsafat. Michael whiteman dalam Koento Wibisono dkk
mengemukakan bahwa persoalan ilmu dianggap bersifat ilmiah karena terlibat
dalam persoalan-persoalan filsafati sehingga
memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya banyak persoalan
filsafati sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah.[7]
2.
Pemikiran Yang
Berkembang
Teori
kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk
menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya cara
berpikir logis, maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh
pengetahuan juga berkembang. Semua orang memiliki pemahaman yang sama akan
sesuatu hal yang dari dahulu hingga sekarang tetap sama. Sebagai contoh, meja
dari dahulu hingga sekarang tetaplah bernama meja tidak digantikan dengan yang
lain.
Namun bila
dilihat dari sisi lain bahwa teori
kebenaran juga merupakan batas pengetahuan dalam landasan teori kebenaran. Pembatasan
pengetahuan itu dibatasi oleh panca indera kita. Kita dapat melihat, mendengar,
mengecap, meraba, dan mencium dari panca indera itu secara tepat. Apabila salah
satu dari panca indera tersebut tidak berfungsi dengan baik maka tidak dapat
berpikir secara tepat. Selain pengetahuan dari indera, juga ada pengetahuan non
indera yang menjadi sumber pengetahuan manusia. Itu berasal dari akal budi
manusia atau rasio manusia. Melalui akal, manusia dapat berpikir secara tepat
dan logis, dapat memiliki gagasan atau ide dan hasil dari berpikir itu adalah pengetahuan
yang rasional.
Kreativitas
lahir bersama dengan lahirnya manusia itu. Kreativitas tidak hanya sebagai
penalaran, tetapi juga meningkatkan dan membuka tabir alam yang tersedia dalam
suatu dimensi kreatif. Kreativitas terdiri dari empat fungsi dasar yang
interaktif, yaitu: 1.berpikir rasional, 2. perkembangan emosional,3.
perkembangan bakat khusus, dan 4. tingkat tinggi kesadaran yang menghasilkan imajinasi,
fantasi, pendobraka pada kondisi ambang kesadaran atau ketaksadaran
William
S. menjelaskan tentang tahap-tahap dalam proses kreatifitas berlangsung melalui
persiapan (preparation),
inkubasi (incubation),
iluminasi (illumination)
dan verifikasi (verification).
Sadangkan perkembangan kreativitas dapat diibaratkan lingkaran eskalasi yang
memiliki aspek urutan (succession),
diskontinuitas (discontinuity),
kemenonjolan (emergence),
diferensiasi dan integrasi.[8]
Peranan aktivitas dalam evolusi ilmu
dapat dikembangkan melalui potensi kreatif individu dan kelompok yang merupakan
kemungkinan dan kekuatan untuk menjalankan berbagai langkah perubahan kehidupan
manusia dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Demikian pula pengaruh
dimensi kreatif dapat dilihat dari perkembangan ide-ide kreatif yang
mencetuskan teori-teori ilmiah spektakuler, meskipun terdapat dampak negatif
yang ditimbulkan oleh kemajuan tersebut.
Perkembangan
semua pengetahuan tersebut sangat pesat.
Makin banyak pengalaman, semakin
mendorong manusia untuk mencari dan mengembangkannya dan makin banyak cabang
pengetahuan tersebut. Perkembangan pengetahuan manusia mengakibatkan pesatnya kemajuan
ilmu pengetahuan manusia. Menurut Chalmers pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan
diperkirakan sejak 400 tahu yang lalu. Sejak pemikir-pemikir seperti
Copermicus, Galileo, Kappler,
dan yang lebih jelas lagi sejak F. Bacon pada abad ke 15 dan 16.[9]
3.
Penalaran Ilmiah
Menurut Andi Hakim Nasution dalam Jujun mengemukakan
bahwa sekiranya binatang mempunyai kemampuan menalar, maka bukan harimau Jawa
yang sekarang ini yang dilestarikan jangan punah, melainkan manusia jawa[10]Kemampuan
menalar ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik
manusia memakan buah pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan.
Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana
yang buruk, serta mana yang indah dan
mana yang jelek. Manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan ini secara sungguh-sungguh.
Binatang juga mempunyai pengetahuan namun pengetahuan ini terbatas untuk
kelangsungan hidupnya.
Berpikir
merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah
tidak sama, maka oleh sebab itu kegiatan
proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu-pun berbeda-beda.
Menurut Juyun penalaran merupakan suatu proses perpikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk
yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak.[11]
Pengetahuan
yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus dilakukan
suatu cara tertentu. Suatu penarikan
kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses kesimpulan terseburt
dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan
sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.[12]
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk kesesuaian studi
yang memusatkan diri pada penalaran ilmiah.
Baik
logika deduktif maupun logika induktif dalam proses penalarannya, merupakan premis-premis yang berupa
pengetahuan yang dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa kita kepada sebuah
pernyataan yaitu bagaimanakah caranya mendapatkan pengetahuan yang benar.
Sebenarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar. Yang pertama mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua
mendasarkan diri kepada pengalaman.
Disamping
rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan
yang lain. Yang penting untuk
kita ketahuai adalah intuisi dan wahyu.
Namun sampai sekarang ini pengetahuan yang didapatkan secara rasional
dan empiris. Intuisi merupakan
pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi bersipat personal dan tidak bisa
diramalkan. Pengetahuan Intuitif dapat
dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar
tidaknya pernyataan yang dikemukakannya. Maslow dalam Stanley mengemukakan
intuisi ini merupakan pengalaman puncak[13] .Sedangkan
bagi Nietzsche dalam George mengemukakan
intuisi merupakan inteligensi yang paling tinggi[14] .
Penalaran
mempunyai banyak masalah yang sulit. Namun yang terpenting adalah bagaimana
cara kita menemukan atau mengetahui suatu objek yang belum tentu lewat
penarikan kesimpulan. Saya mengetahui
masalah ini tampaknya sangat sulit bagi saya dan saya tak bisa memberikan
pemecahan yang lengkap. Namun suatu hal yang
pasti bahwa kita dapat mempelajari sesuatu dengan diskusi.[15]
Contoh, jika seorang bertanya kepada saya berapakah 23.169 x 7.84. Mula-mula memang saya tidak tahu, tetapi setelah saya duduk mengerjakan
perkalian tersebut lalu saya tahu bahwa 23.169 x 7.84 adalah 181.807.143.tetapi
proses perkalian ini adalah berpikir:adalah penalaran.
4.
Penerapan dalam Penelitian Ilmiah
Sebelum melakukan tindakan atau
penerapan dalam penelitian ilmiah, maka
terlebih dahulu harus memahami struktur penelitian dan penulisan ilmiah. Pemilihan
bentuk dan cara penulisan dari khasanah
yang tersedia merupakan masalah selera dan prefrensi program dengan
memperhatikan berbagai faktor lainnya seperti masalah apa yang sedang dikaji, siapakah pembaca tulisan ini dan dalam rangka kegiatan keilmuan apa karya
ilmiah ini disampaikan.
Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan
argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Maka itu mutlak diperlukan penguasaan yang
baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penelitian dan sekaligus
mengkomunikasikannya secara tertulis. Sehingga tidak lagi menjadi soal dari
mana dia akan memulai, sesudah itu
melakngkah ke mana. Sebab penguasaan
tematis dan teknik akan menjamin suatu keseluruhan bentuk yang utuh.
Demikian
juga bagi seorang penulis ilmiah yang baik,
tidak jadi masalah apakah hipotesis ditulis langsung setelah perumusan
masalah, ditempat mana akan dinyatakan postulat, asumsi,
atau prinsip, sebab dia tahu
benar hakikat dan fungsi unsur-unsur tersebut dalam keseluruhan struktur
penulisan ilmiah.
Setelah
masalah dirumuskan denganbaik, maka seorang peneliti menyatakan tujuan
penelitiannya. Tujuan penelitian ini
adalah pernyataan mengenai ruang lingkup dan kegiatan yang akan dilakukan
berdasarkan masalah yang dirumuskan.Setelah itu dibahaslah
kemungkinan-kemungkinan kegunaan penelitian yang merupakan manfaat yang dapat
dipetik dari pemecahan masalah yang didapat dari peneliti. Menurut Jujun S.
mengemukakan secara kronologis dapat kita simpulkan enam kegiatan dalam langkah
dalam pengajuan masalah yaitu latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian[16].Patut
dikemukakan bahwa terdapat kaitan yang erat antara keenam kegiatan tersebut.
Antara
latar belakang masalah dan kegunaan penelitian kadamg-kadang sudah terdapat
kaitan yang bersifat a priori umpamanya sebuah penelitian akan digunakan
sebegian dasar penyusunan kebijakan secara nasional. Tentu saja hasil
penelitian dipergunakan untuk kebijakan bersifat nasional maka hal ini akan
mempengaruhi empat kegiatan lainnya terutama sekali proses pembatasan
masalah, sebab untuk generalisasi ke
tingkat nasional kita tidak mungkin melakukan infersens dari hasil penelitian
yang terbatas pada suatu kecamatan.
Penyusunan
kerangka teoritis. Setelah masalah
berhasil dirumuskan dengan baik maka langkah kedua dalam metode ilmiah adalah
mengajukan hipotesis. Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan. Seperti diketahui dalam memecahkan berbagai
persoalan terdapat bermacam cara yang dapat ditempuh manusia. Namun secara garis besarnya maka cara
tersebut dapat dikategorikan kepada cara ilmiah dan non ilmiah.
Dengan
meletakkan kerangka teoritis pada fungsi sebenarnya maka kita lebih maju dalam
meningkatkan mutu keilmuan keegiatan
penelitian. Secara ringkas langkah dalam menyusun kerangka teoritis dan
pengauan hipotesis adalah: pengkajian mengenai teori-teori ilmiah yang akan
dipergunakan dalam analisis, pembahasan mengenai penelitian-penelitian yang
relevan, penyusunan kerangka berpikir,
dalam pengajuan hipotesis dengan menggunakan premis-premis dan perumusan
hipotesis.
Metodologi
penelitian. Pada bagian ini setelah berhasil merumuskan hipotesis yang
diturunkan secara deduktif dari pengetahuan ilmiah yang relevan maka langkah
berikutnya adalah mengajukan hipotesis tersebut secara empirik. Artinya kita
melakukan verifikasi apakah pernyataan yang didukung. Oleh hipotesis yang
diajukan tersebut didukung atau tidak oleh kenyataan yang bersifat faktual.
Secara
ringkas dalam penyusunan dalam
metodologi penelitian mencakup kegiatan sebagai berikut: tujuan penelitian
secara lengkap dan operasional dalam bentuk pertanyaan yang mengidentifikasikan
variabel-variabel dan karakteristik-karakteristik hubungan yang akan diteliti,
tempat dan waktu penelitian dimana akan dilakukan generalisasi mengenai
variabel-variabel yang ditelit, metode
penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan tingkat
generalisasi yang diharapkan,teknik pengambilan contoh yang relevan dengan
tujuan penelitian tingkat keumuman dan metode penelitian, teknik pengumpulan data yang mencakup
identifikasi variabel yang akan dikumpulkan,
suber data, teknik
pengukuran, instrument, dan teknik mendapatkan data, teknik analisis data yang mencakup
langkah-langkah dan teknik analisis yang dipergunakan yang ditetapkan
berdasarkan pengajuan hipotesis.
Setelah
perumusan masalah, pengajuan hipotesis dan penetapan metode penelitian maka
sampailah kita kepada langkah berikutnya yakni melaporkan hasil apa yang kita
temukan berdasarkan hasil penelitian. Sebaiknya bagian ini betul-betul
dipergunakan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan selama penelitian
untuk menarik kesimpulan penelitian. Deskripsi
tentang langkah-langkah dan cara pengelompokan data sebaiknya sudah dinyatakan
dalam metodologi penelitian. Namun
sering kita melihat bahwa bagian ini dipenuhi dengan pernyataan-peryataan yang
kurang relevan dan pembahasan hasil penelitian yang menyebabkan menjadi kurang
tajamnya fokus analisis dalam pengkajian.
Dengan
memahami struktur penelitian dan
penulisan ilmiah, maka barulah dalam
peroses penerapan ilmia dapat dilakukan
dengan baik sehinga hasilnya-pun dapat dicapai dengan baik serta bermanfaat
kepada pengembangan ilmu pengetahuan.
C.
Penutup
1.
Bidang
garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi
tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan
aksiologi.
2. Teori
kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk
menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya cara
berpikir logis, maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh
pengetahuan juga berkembang. Namun bila dilihat dari sisi lain bahwa teori kebenaran juga merupakan batas
pengetahuan dalam landasan teori kebenaran.
3. Kemampuan
menalar ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan
rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah
pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan.
4. Penulisan
ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan
lewat bahasa tulisan. Maka itu mutlak diperlukan penguasaan yang baik mengenai
hakikat keilmuan agar dapat melakukan penerapan dalam suatu penelitian dan
sekaligus mengkomunikasikannya secara tertulis.
D. Daftar Pustaka
Bahm, Archie, J., 1980., “What Is Science”, Reprinted from my Axiology;
The Science Of Values
Bertens, K., 1987., “Panorama
Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta
Bertens, K., 1999., “Sejarah
Filsafat Yunani”, Penerbit Kanisius Yogyakarta
Chalmers A.F. 1983.
Apa itu yang dinamakan Ilmu. Jakarta. Suatu Penilaian tentang watak dan Status
Ilmu Serta Metodenya. (Terjemahan redaksi Hasta Mitra, Hasan Mitra)
George F. Kneller. 1989. Intruduktion to the Philosohy of Education (New Yoark: John Weley)
http://wangmuba.com/2009/04/20/filsafat-ilmu-dan-ilmu-pengetahuan-sebagai-jalan-menuju-kebenaran/
4-11-09
Jujun S. 2007 Filsafat ilmu. (sebuah Pengantar
popoler) PT. Pancaranintan Indgraha, Jakarta.
Jujun
S. 2006. Ilmu Dalam Persepektif . Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu
Jakarta (Yayasan Obor Indonesia)
Kuhn Thomas S. 2008. The Structure of Scientific
Revolutions. Penerbit PT. remaja Rosdakarya Bandung.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai
Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan
“Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte Gadjah
Mada University Yogyakarta “Ilmu
Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran Dan Perkembangannya Sebagai
Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu UGM Yogyakarta,
Nuchelmans, G., 1982., “Berfikir Secara Kefilsafatan:
Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, Dialihbahasakan Oleh Soejono
Soemargono”, UGM Yogyakarta
Noehadi tati
herawaty, 2002. Menyoal Objektifitas
Ilmu pengetahuan . (Penerbit Teraju Khazanah Pustaka Keilmuan).
Soeparmo, A.H., 1984., “Struktur Keilmuwan Dan Teori
Ilmu Pengetahuan Alam”, Penerbit Airlangga University The Liang Gie., 1999., Pengantar Filsafat
Ilmu Yogyakarta.
Stanly M. Honer dan Thomas C. Hunt 1988.
Invitation to philosophy Belmont, Cal : Wadsworth.
Sutrisno dkk, 2007. Filsafat Ilmu dan
Metodologi Penelitian.Yogyakarta Penerbit C.V. Andi Offset.
Van Paursen dkk, 2003. Pengantar Filsafat Ilmu. PT.
Tiara Wacana Yogya
William S. 1995. Sahakian dan dan Mabel Lewis sahakian, realism of Pholosopy ( Cam
Bridge, Mass: Schenkman)
0 komentar:
Posting Komentar