Jumat, 02 November 2012

FILSAFAT ILMU SEBAGAI SARANA PENALARAN ILMIAH DAN PENERAPANNYA DALAM PENELITIAN


 FILSAFAT ILMU SEBAGAI SARANA
PENALARAN ILMIAH DAN PENERAPANNYA
DALAM PENELITIAN

Abidin

A.   Pendahuluan
      Manusia lahir dalam keadaan misterius. Artinya  sangat sulit mengetahui mengapa,  bagaimana,  dan untuk apa kelahirannya itu.  Yang pasti diketahui ialah bahwa manusia dilahirkan oleh Tuhan melalui manusia lain (orang tua),  sadar akan hidup dan kehidupannya dan sadar pula akan tujuan hidupnya.  Yaitu kembali kepada Tuhan. Kehadirannya ke dunia seperti buku tanpa bab pendahuluan dan penutup.  Ia  akan menghadapi isinya saja.  Ia harus menyusun sendiri bab pendahuluan dan penutupnya itu berdasarkan fakta  yang tersirat dalam  lembaran-lembaran isinya.
Oleh karena itu setiap orang akan cenderung berbeda pandangannya tentang ide penutup buku yang menggambarkan tujuan akhir hidupnya nanti.  Hal ini setiap orang tidak sama kemampun imajinasinya terhadap lembaran-lembaran isi buku yang menggambarkan fakta atau kenyataan hidup ini.  Perbedaan-perbedaan itu hendaknya justru dipandang sebagai sumber kekayaan pengetahuan tentang misteri hidup dan kehidupan manusia.
Menurut  Soertrisno dkk., sesungguhnya manusia adalah mahluk yang lemah, yang keberadaannya sangat tergantung kepada penciptanya.[3]  Akan tetapi kebergantungan terhadap sang pencipta tersebut bukanlah semata-mata melainkan ketergantungan (dependence) yang berkeleluasan (indevendence).  Manusia menerima ketergantungan itu dengan otonomi, independensi, serta kreaktifitasnya sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan  dan mengembangkan hidup dan kehidupannya.

B.   Pembahasan
1.    Filasafat Ilmu Dari Dulu sampai Sekarang
             Melihat dari sejarah hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Menurut Bertens, filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah.[4] Namun munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat.
Ilmu pengetahuan di ambil dari bahasa inggris science, yang berasal dari bahasa latin scientie dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga menunjuk segenap pengetahuan sistematik. Menurut Bahm defenisi ilmu pengetahuan paling tidak melibatkan enam macam komponen yaitu masalah, sikap, metode, aktivitas, kesimpulan dan pengaruh[5].
            Selanjutnya Van Peursen mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut [6] Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
            Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan,  maka kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan.
            Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Michael  whiteman dalam Koento Wibisono dkk mengemukakan bahwa persoalan ilmu dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dalam persoalan-persoalan filsafati  sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya banyak persoalan filsafati sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah.[7]

2.  Pemikiran Yang Berkembang
      Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya cara berpikir logis, maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh pengetahuan juga berkembang. Semua orang memiliki pemahaman yang sama akan sesuatu hal yang dari dahulu hingga sekarang tetap sama. Sebagai contoh, meja dari dahulu hingga sekarang tetaplah bernama meja tidak digantikan dengan yang lain.
      Namun bila dilihat dari sisi lain bahwa  teori kebenaran juga merupakan batas pengetahuan dalam landasan teori kebenaran. Pembatasan pengetahuan itu dibatasi oleh panca indera kita. Kita dapat melihat, mendengar, mengecap, meraba, dan mencium dari panca indera itu secara tepat. Apabila salah satu dari panca indera tersebut tidak berfungsi dengan baik maka tidak dapat berpikir secara tepat. Selain pengetahuan dari indera, juga ada pengetahuan non indera yang menjadi sumber pengetahuan manusia. Itu berasal dari akal budi manusia atau rasio manusia. Melalui akal, manusia dapat berpikir secara tepat dan logis, dapat memiliki gagasan atau ide dan hasil dari berpikir itu adalah pengetahuan yang rasional.
            Kreativitas lahir bersama dengan lahirnya manusia itu. Kreativitas tidak hanya sebagai penalaran, tetapi juga meningkatkan dan membuka tabir alam yang tersedia dalam suatu dimensi kreatif. Kreativitas terdiri dari empat fungsi dasar yang interaktif, yaitu: 1.berpikir rasional, 2. perkembangan emosional,3. perkembangan bakat khusus, dan 4. tingkat tinggi kesadaran yang menghasilkan imajinasi, fantasi, pendobraka pada kondisi ambang kesadaran atau ketaksadaran
            William S. menjelaskan tentang tahap-tahap dalam proses kreatifitas berlangsung melalui persiapan (preparation), inkubasi (incubation), iluminasi (illumination) dan verifikasi (verification). Sadangkan perkembangan kreativitas dapat diibaratkan lingkaran eskalasi yang memiliki aspek urutan (succession), diskontinuitas (discontinuity), kemenonjolan (emergence), diferensiasi dan integrasi.[8]  Peranan aktivitas dalam evolusi ilmu dapat dikembangkan melalui potensi kreatif individu dan kelompok yang merupakan kemungkinan dan kekuatan untuk menjalankan berbagai langkah perubahan kehidupan manusia dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Demikian pula pengaruh dimensi kreatif dapat dilihat dari perkembangan ide-ide kreatif yang mencetuskan teori-teori ilmiah spektakuler, meskipun terdapat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan tersebut.
            Perkembangan semua pengetahuan tersebut sangat pesat.  Makin banyak pengalaman,  semakin mendorong manusia untuk mencari dan mengembangkannya dan makin banyak cabang pengetahuan tersebut. Perkembangan pengetahuan manusia mengakibatkan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan manusia. Menurut Chalmers pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan diperkirakan sejak 400 tahu yang lalu. Sejak pemikir-pemikir seperti Copermicus,  Galileo,  Kappler,  dan yang lebih jelas lagi sejak F. Bacon pada abad ke 15 dan 16.[9]

3. Penalaran Ilmiah
            Menurut Andi Hakim Nasution dalam Jujun mengemukakan bahwa sekiranya binatang mempunyai kemampuan menalar, maka bukan harimau Jawa yang sekarang ini yang dilestarikan jangan punah, melainkan manusia jawa[10]Kemampuan menalar ini menyebabkan manusia mampu  mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan setelah  itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk,  serta mana yang indah dan mana yang jelek. Manusia adalah  satu-satunya mahluk yang mengembangkan  pengetahuan ini secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya.
            Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar.  Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama,  maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu-pun berbeda-beda. Menurut Juyun penalaran merupakan suatu proses perpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa,  bersikap,  dan bertindak.[11] 
            Pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran,  maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu.  Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses kesimpulan terseburt dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika,  dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.[12] Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk kesesuaian studi yang memusatkan diri pada penalaran ilmiah.
            Baik logika deduktif maupun logika induktif dalam proses penalarannya,  merupakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa kita kepada sebuah pernyataan yaitu bagaimanakah caranya mendapatkan pengetahuan yang benar. Sebenarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman.
            Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain.  Yang penting  untuk  kita ketahuai adalah intuisi dan wahyu.  Namun sampai sekarang ini pengetahuan yang didapatkan secara rasional dan empiris.  Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.  Intuisi bersipat personal dan tidak bisa diramalkan. Pengetahuan Intuitif  dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakannya. Maslow dalam Stanley mengemukakan intuisi ini merupakan pengalaman puncak[13] .Sedangkan bagi Nietzsche dalam George mengemukakan  intuisi merupakan inteligensi yang paling tinggi[14] .
            Penalaran mempunyai banyak masalah yang sulit. Namun yang terpenting adalah bagaimana cara kita menemukan atau mengetahui suatu objek yang belum tentu lewat penarikan kesimpulan.  Saya mengetahui masalah ini tampaknya sangat sulit bagi saya dan saya tak bisa memberikan pemecahan yang lengkap. Namun suatu hal yang  pasti bahwa kita dapat mempelajari sesuatu dengan diskusi.[15] Contoh, jika seorang bertanya kepada saya berapakah 23.169 x 7.84.  Mula-mula memang saya tidak tahu,  tetapi setelah saya duduk mengerjakan perkalian tersebut lalu saya tahu bahwa 23.169 x 7.84 adalah 181.807.143.tetapi proses perkalian ini adalah berpikir:adalah penalaran.

4.  Penerapan dalam Penelitian  Ilmiah
            Sebelum melakukan tindakan atau penerapan dalam penelitian ilmiah,  maka terlebih  dahulu harus memahami  struktur penelitian dan penulisan ilmiah. Pemilihan bentuk dan cara penulisan dari  khasanah yang tersedia merupakan masalah selera dan prefrensi program dengan memperhatikan berbagai faktor lainnya seperti   masalah apa yang sedang dikaji,  siapakah pembaca tulisan ini  dan dalam rangka kegiatan keilmuan apa karya ilmiah ini disampaikan.
             Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan.  Maka itu mutlak diperlukan penguasaan yang baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penelitian dan sekaligus mengkomunikasikannya secara tertulis. Sehingga tidak lagi menjadi soal dari mana dia akan memulai,  sesudah itu melakngkah ke mana.  Sebab penguasaan tematis dan teknik akan menjamin suatu keseluruhan bentuk yang utuh.
            Demikian juga bagi seorang penulis ilmiah yang baik,  tidak jadi masalah apakah hipotesis ditulis langsung setelah perumusan masalah,  ditempat  mana akan dinyatakan postulat,  asumsi,  atau prinsip,  sebab dia tahu benar hakikat dan fungsi unsur-unsur tersebut dalam keseluruhan struktur penulisan ilmiah.
            Setelah masalah dirumuskan denganbaik, maka seorang peneliti menyatakan tujuan penelitiannya.  Tujuan penelitian ini adalah pernyataan mengenai ruang lingkup dan kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan masalah yang dirumuskan.Setelah itu dibahaslah kemungkinan-kemungkinan kegunaan penelitian yang merupakan manfaat yang dapat dipetik dari pemecahan masalah yang didapat dari peneliti. Menurut Jujun S. mengemukakan secara kronologis dapat kita simpulkan enam kegiatan dalam langkah dalam pengajuan masalah yaitu latar belakang masalah,  identifikasi masalah,  pembatasan masalah,  perumusan masalah,  tujuan dan kegunaan penelitian[16].Patut dikemukakan bahwa terdapat kaitan yang erat antara keenam kegiatan tersebut.
            Antara latar belakang masalah dan kegunaan penelitian kadamg-kadang sudah terdapat kaitan yang bersifat a priori umpamanya sebuah penelitian akan digunakan sebegian dasar penyusunan kebijakan secara nasional. Tentu saja hasil penelitian dipergunakan untuk kebijakan bersifat nasional maka hal ini akan mempengaruhi empat kegiatan lainnya terutama sekali proses pembatasan masalah,  sebab untuk generalisasi ke tingkat nasional kita tidak mungkin melakukan infersens dari hasil penelitian yang terbatas pada suatu kecamatan.
            Penyusunan kerangka teoritis.  Setelah masalah berhasil dirumuskan dengan baik maka langkah kedua dalam metode ilmiah adalah mengajukan hipotesis.  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan.  Seperti diketahui dalam memecahkan berbagai persoalan terdapat bermacam cara yang dapat ditempuh manusia.  Namun secara garis besarnya maka cara tersebut dapat dikategorikan kepada cara ilmiah dan non ilmiah.
            Dengan meletakkan kerangka teoritis pada fungsi sebenarnya maka kita lebih maju dalam meningkatkan mutu keilmuan  keegiatan penelitian. Secara ringkas langkah dalam menyusun kerangka teoritis dan pengauan hipotesis adalah: pengkajian mengenai teori-teori ilmiah yang akan dipergunakan dalam analisis, pembahasan mengenai penelitian-penelitian yang relevan,  penyusunan kerangka berpikir, dalam pengajuan hipotesis dengan menggunakan premis-premis dan perumusan hipotesis.
            Metodologi penelitian. Pada bagian ini setelah berhasil merumuskan hipotesis yang diturunkan secara deduktif dari pengetahuan ilmiah yang relevan maka langkah berikutnya adalah mengajukan hipotesis tersebut secara empirik. Artinya kita melakukan verifikasi apakah pernyataan yang didukung. Oleh hipotesis yang diajukan tersebut didukung atau tidak oleh kenyataan yang bersifat  faktual.
            Secara ringkas  dalam penyusunan dalam metodologi penelitian mencakup kegiatan sebagai berikut: tujuan penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk pertanyaan yang mengidentifikasikan variabel-variabel dan karakteristik-karakteristik hubungan yang akan diteliti, tempat dan waktu penelitian dimana akan dilakukan generalisasi mengenai variabel-variabel yang ditelit,  metode penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan tingkat generalisasi yang diharapkan,teknik pengambilan contoh yang relevan dengan tujuan penelitian tingkat keumuman dan metode penelitian,  teknik pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel yang akan dikumpulkan,  suber data,  teknik pengukuran,  instrument,  dan teknik mendapatkan data,  teknik analisis data yang mencakup langkah-langkah dan teknik analisis yang dipergunakan yang ditetapkan berdasarkan pengajuan hipotesis.
            Setelah perumusan masalah, pengajuan hipotesis dan penetapan metode penelitian maka sampailah kita kepada langkah berikutnya yakni melaporkan hasil apa yang kita temukan berdasarkan hasil penelitian. Sebaiknya bagian ini betul-betul dipergunakan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan selama penelitian untuk menarik kesimpulan penelitian.      Deskripsi tentang langkah-langkah dan cara pengelompokan data sebaiknya sudah dinyatakan dalam metodologi penelitian.  Namun sering kita melihat bahwa bagian ini dipenuhi dengan pernyataan-peryataan yang kurang relevan dan pembahasan hasil penelitian yang menyebabkan menjadi kurang tajamnya fokus analisis dalam pengkajian.
            Dengan memahami struktur  penelitian dan penulisan ilmiah,  maka barulah dalam peroses  penerapan ilmia dapat dilakukan dengan baik sehinga hasilnya-pun dapat dicapai dengan baik serta bermanfaat kepada pengembangan ilmu pengetahuan.

C.   Penutup

1.    Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.
2.    Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Dengan adanya cara berpikir logis, maka pengetahuan manusia akan kebenaran dan cara memperoleh pengetahuan juga berkembang. Namun bila dilihat dari sisi lain bahwa  teori kebenaran juga merupakan batas pengetahuan dalam landasan teori kebenaran.
3.    Kemampuan menalar ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adan dan Hawa dan setelah  itu manusia harus hidup berbekal pengetahuan.  
4.    Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Maka itu mutlak diperlukan penguasaan yang baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penerapan dalam suatu penelitian dan sekaligus mengkomunikasikannya secara tertulis.

D.   Daftar Pustaka

Bahm, Archie, J., 1980., “What Is Science”, Reprinted from my Axiology; The   Science Of Values
Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta

Bertens, K., 1999., “Sejarah Filsafat Yunani”, Penerbit Kanisius Yogyakarta 

Chalmers A.F. 1983. Apa itu yang dinamakan Ilmu. Jakarta. Suatu Penilaian tentang watak dan Status Ilmu Serta Metodenya. (Terjemahan redaksi Hasta Mitra,  Hasan Mitra)

George F. Kneller.  1989. Intruduktion to the Philosohy of  Education (New Yoark: John Weley)

http://wangmuba.com/2009/04/20/filsafat-ilmu-dan-ilmu-pengetahuan-sebagai-jalan-menuju-kebenaran/ 4-11-09

Jujun S. 2007 Filsafat ilmu. (sebuah Pengantar popoler) PT. Pancaranintan Indgraha, Jakarta.

Jujun S. 2006. Ilmu Dalam Persepektif . Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu Jakarta (Yayasan Obor Indonesia)

Kuhn Thomas S. 2008. The Structure of Scientific Revolutions. Penerbit PT. remaja Rosdakarya Bandung.

Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan  “Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte Gadjah Mada University Yogyakarta   “Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran Dan Perkembangannya Sebagai Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu UGM Yogyakarta, 

Nuchelmans, G., 1982., “Berfikir Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, Dialihbahasakan Oleh Soejono Soemargono”, UGM Yogyakarta 

Noehadi tati herawaty, 2002.  Menyoal Objektifitas Ilmu pengetahuan . (Penerbit Teraju Khazanah Pustaka Keilmuan).

Soeparmo, A.H., 1984., “Struktur Keilmuwan Dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam”, Penerbit Airlangga University  The Liang Gie., 1999., Pengantar Filsafat Ilmu Yogyakarta.

Stanly M. Honer dan Thomas C. Hunt 1988. Invitation to philosophy Belmont, Cal : Wadsworth.

Sutrisno dkk, 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.Yogyakarta Penerbit C.V. Andi Offset.

Van Paursen dkk, 2003. Pengantar Filsafat Ilmu. PT. Tiara Wacana Yogya

William S. 1995. Sahakian dan dan Mabel Lewis sahakian, realism of Pholosopy ( Cam Bridge, Mass: Schenkman)

Jumat, 10 Agustus 2012

Sejarah Perkembagan Psikologi


Untuk memahami isi dari psikologi pada umumnya kita harus memahami tentang sejarah perkembangan psikologi dimana pada akhirnya dilahirkan psikologi modern. Aliran asosionisme terdiri beberapa tokoh yaitu: (a) James Mill (1773-1836), dan John Stuart Mill (1806-1873). Menurut  pandangan James Mill tidak jauh beda dengan pandangan John Locke tentang ide. Hanya disini Mill membedakan antara penginderaan (sensation) dan ide. Penginderaan adalah hasil kontak langsung alat indera manusia dengan rangsang-rangsang yang datang dari luar dirinya.  Sedangkan John Stuart Mill sebagaimana ayahnya, J.S. Mill memulai ajarannya dari penginderaan dan ide (sensation dan idea). Tapi pandangannya berbeda dari ayahnya yaitu: penginderaan dan ide adalah dua hal yang bisa dibedakan dan dipisahkan antara kedua itu, idelah yang sangat penting daripada penginderaan.

Kamis, 09 Agustus 2012

DISKRIMINASI DAN DISINTEGRASI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA

Oleh:

Abidin

Fakultas Ilmu Keolahragaan

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui penyebab dan mengatasi terjadinya   masalah konflik yang mengarah pada diskriminasi dan disintegrasi di Indonesia. Penyebab terjadinya komflit adalah masalah ekonomi dan rasa ketidak adilan kemiskinan dan sebaganya. Namun untuk mengatasi hal tersebut kita tidak bisa mengandalkan satu platform dalam menyelesaikan semua konflik. Sebab negara Indonesia yang berlatar belakang multikulturalisme dan bermacam–macam agama, adat istiadat, serta lebih dari 700 bahasa ini sangat rawan terjadinya  konflik dan disintegrasi. Oleh kerena itu maka, pendidikan multikulturalisme sangat penting diterapkan guna meminimalisir dan mencegah terjadinya konflik diberbagai daerah Indonesia. Melalui pendidikan berbasis kultural, diharapkan sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman.
Multikulturalisme  lebih menuju pada  upaya untuk menciptakan, menjamin dan mendorong pembentukan  ruang publik yang memungkinkan  beragam  komunitas  bisa tumbuh dan berkembang yang sesuai dengan kemampuan mereka.  Sedangkan konsep perspektif masyarakat yang majemuk, multikulturalisme  sangat  menjunjung  perbedaan  bahkan menjaganya  agar tetap hidup dan berkembang secara dinamis. Lebih dari sekadar memelihara dan mengambil manfaat dari perbedaan, perspektif multikulturalisme memandang hakikat kemanusiaan sebagai sesuatu yang universal. Bentuk-bentuk kreativitas lain yang diperlukan adalah mengintensifkan dialog. Kebijakan multikultural biasanya mengusik kemapanan kelompok mayoritas yang sudah menikmati privilese sebagai kelompok dominan.

Kata Kunci: Diskriminasi, Disintegrasi, Perspektif Pendidikan Multikultural
A. Pendahuluan
Bangsa Indonesia yang penduduknya terdiri dari berbagai etnis, bahasa, dan budaya merupakan suatu kekuatan yang dapat membangun bangsa ini, karena setiap etnis mempunyai kekuatan masing-masing di setiap daerahnya. Namun dibalik itu kemungkinan konflik yang mengarah  kepada diskriminasi dan disintegrasi juga rawan terjadi di berbagai daerah. Menurut Yusuf Kalla  http://umum. kompasiana. com/2009/06/01/konflik-di-indonesia - penyebab dan-penyelesaiannya/ (diakses tgl 10-04-2012) bahwa kemungkinan penyebab konflik di Indonesia pada umumnya berakar pada masalah ekonomi dan politik. Begitu pula konflik yang terjadi di dunia adalah 75 % dipicu oleh masalah ketidak adilan, ekonomi, kemiskinan, dan sebagainya.
Misalnya di Aceh, ketika para tokoh GAM yang berulang kali memberontak karena merasa tidak diperhatikan padahal kekayaan alam Aceh yang berlimpah ruah dikeruk oleh pemerintah pusat. Mereka mengacu pada kenyataan bahwa tanah Aceh memiliki cadangan minyak dan gas alam yang melimpah ruah, namun masih banyak rakyat Aceh yang hidup miskin. Demikian juga Konflik yang terjadi Ambon, juga berasal dari persoalan ekonomi. Bahkan ada anggapan yang mengatakan bahwa konflik Ambon itu diakibatkan oleh gerakan separatis yang kerap digembar-gemborkan oleh para aktivis Republik Maluku Selatan (RMS).  Namun pada dasarnya konflik Ambon diawali oleh jatuhnya harga cengkeh dari Rp 10 ribu menjadi Rp. 2 ribu setiap kilogram. Para petani cengkeh yang kebetulan kebanyakan menganut agama nasrani, menjadi sangat tertekan secara ekonomi dan psikologis. Sebaliknya para pendatang dari Sulawesi Selatan dan Tenggara yang umumnya beragama muslim, justru makin makmur. Ini karena mereka menguasai bisnis angkutan kota dan perdagangan antar pulau.
            Begitu pula konflik berdarah di Poso yang hanya disebabkan oleh politik, yang terkait dengan pemilihan Bupati di Poso. Tanpa latar belakang masalah ini, maka tidak mungkin hanya karena masalah sepele yakni perkelahian antara dua pemuda yang berbeda agama bisa meledak menjadi kerusuhan yang sangat  dahsyat. Tetapi konflik yang terjadi di Kotamadya Palopo Sulawesi Selatan akhir tahun 2008 antara dua desa yang saling serang menyerang dengan menggunakan senjata tajam sehingga menyebabkan jatuhnya korban. Konflik tersebut menurut  berbagai tokoh masyarakat yang ada di daerah itu mengatakan bahwa penyebabnya adalah sara.
            Untuk itu dapat dikemukakan bahwa dalam mengatasi masalah konflik yang mengarah pada diskriminasi dan disintegrasi di Indonesia kita tidak bisa mengandalkan satu platform untuk menyelesaikan semua konflik. Sebab negara Indonesia yang berlatar belakang multikulturalisme dan bermacam–macam agama, adat istiadat serta lebih dari 700 bahasa ini sangat rawan terjadinya  konflik dan disintegrasi.
            Oleh kerena itu maka, pendidikan multikulturalisme sangat penting diterapkan guna meminimalisir dan mencegah terjadinya konflik diberbagai daerah Indonesia. Melalui pendidikan berbasis kultural, diharapkan sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman. Yon Sugiono http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=0&id=3197. (diakses tgl 28-04-2012) mengemukakan bahwa untuk menghindari konflik seperti kasus yang pernah terjadi diberbagai daerah di Indonesia sudah saatnya dicarikan solusi preventif atau pencegahan yang tepat dan efektif. Salah satunya adalah melalui pendidikan multicultural.
            Berdasarkan hal tersebut di atas, maka hal-hal yang  menjadi fokus kajian pada tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.      Pengertian multikulturalisme
2.      Multikulturalisme di Indonesia
3.      Pengembangan pendidikan multikultral dalam KTSP
B.        Pembahasan
            Salah satu isu penting yang mengiringi gelombang demokratisasi dan rawannya konfilk yaitu munculnya wacana multikulturalisme. Sebab multikulturalisme memberi penegasan seseorang atau kelompok bahwa dengan segala  perbedaannya  diakui  dan sama di dalam ruang publik. Haryatmoko. ( 2007 : 1) mengemukakan bahwa multikulturalisme adalah pengakuan pluralisme budaya yang menumbuhkan kepedulian untuk mengupayakan agar kelompok-kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat dan masyarakat mengakomodasi perbedaan budaya  kelompok-kelompok  minoritas  agar  kekhasan  identitas mereka diakui. Multikulturalisme terumus dalam bentuk sejumlah prinsip, kebijakan dan praksis untuk mengakomodasi keberagaman dan sebagai bagian yang sah dan tak  terpisahkan  dari  suatu  masyarakat. Jadi, arah multikulturalisme  lebih menuju pada  upaya untuk menciptakan, menjamin dan mendorong pembentukan  ruang publik yang memungkinkan  beragam  komunitas  bisa tumbuh dan berkembang yang sesuai dengan kemampuan mereka.
                        Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/Diskriminasi diakses tgl 30-04-2012). Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat, ini disebabkan karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan yang lain. Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
Disintegrasi berasal dari kata dis yang berarti tidak dan integrasi yang artinya penyatuan disintegrasi adalah peristiwa terpecahnya suatu wilayah dari suatu negara dan berdiri sendiri sebagai negara merdeka (http://id.answers. yahoo.com/ question/index?qid =20091205213249AAMe4qw diakses tgl 30-04-2012). Contohnya adalah kemerdekaan propinsi Timor Timur dari wilayah NKRI dan berdiri sendiri dengan nama Timor Leste pada tahun 2002. Disintegrasi memiliki makna yang hampir sama dengan kata separatism tapi separatisme lebih ditujukan kepada gerakan pemberontakan suatu wilayah untuk melepaskan diri dari kesatuan sebuah negara. Contohnya gerakan separatis di Poso, Ambon,  Papua dan Aceh.

1.      Pengertian Multikulturalisme
            Ada  beberapa  istilah  yang  secara  konseptual  tampak  mirip  dengan  terminologi           multikulturalisme namun sebenarnya berbeda, misalnya pluralisme, diversitas, heterogenitas, atau  yang sering pula disebut dengan istilah “masyarakat majemuk”.  Masyarakat majemuk lebih menekankan soal etnisitas atau suku, yang pada gilirannya membangkitkan gerakan  etnosentrisme yang sifatnya sangat askriptif dan primordial. Bahaya chauvenisme sangat potensial tumbuh dan berkembang dalam masyarakat model ini. Karena wataknya yang sangat mengagungkan ciri streotif kesukuan, maka anggota masyarakat ini memandang  kelompok  lain  dengan  cara  pandang  mereka  yang  rasial  dan primordial.  Parsudi Suparlan http://www. interseksi. org/publications /essays/articles /masyarakat_ majemuk .html (diakses  tgl 28-04- 2012). mengemukakan multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara individual maupun secara kelompok, dan terutama ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu sukubangsa, gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi. 
            Sedangkan konsep perspektif masyarakat yang majemuk, multikulturalisme  sangat  menjunjung  perbedaan  bahkan menjaganya  agar tetap hidup dan berkembang secara dinamis. Lebih dari sekadar memelihara dan mengambil manfaat dari perbedaan, perspektif multikulturalisme memandang hakikat kemanusiaan sebagai sesuatu yang universal. Bagi masyarakat  multikultural  perbedaan  merupakan  sebuah kesempatan untuk memanifestasikan hakikat  sosial  manusia  dengan  dialog  dan  komunikasi.
            Karakter masyarakat multikultural yaitu toleran dan hidup dalam semangat  peaceful  co-existence serta  berdampingan  secara  damai.  Setiap entitas  sosial  dan  budaya  masih  membawa  jati  dirinya,  tidak  terlebur kemudian  hilang, namun  juga  tidak diperlihatkan   sebagai   kebanggaan melebihi penghargaan terhadap entitas lain. Dalam perspektif multikulturalisme, baik individu maupun kelompok dari berbagai etnik dan budaya hidup dalam societal cohesion tanpa kehilangan identitas etnik dan kultur mereka. Sekalipun mereka hidup bersatu dalam ranah sosial tetapi antar-entitas tetap ada jarak. Prinsip “aku dapat bersatu dengan engkau, tetapi antara kita  berdua  tetap  ada  jarak”. “Aku hanya bisa menjadi aku dalam arti sepenuhnya dengan menjadi satu dengan engkau, namun tetap saja antara aku dan engkau ada jarak”. Untuk menjaga jarak sosial tersebut tetap kondusif diperlukan jalinan komunikasi, dialog dan toleransi yang kreatif.

2.  Multikulturalisme di Indonesia
            Dalam konteks Indonesia, mengapa multikulturalisme menjadi penting. Hal ini disebabkan oleh  penindasan  atau  penafikan  atas  dasar  kepemilikan  etnis, agama  atau  bentuk  minoritas  lainnya.  Dikotomi antar “kita” dan “mereka” dilembagakan dalam rangka menjauhkan kelompok minoritas dari posisi kekuasaan. Pelembagaan diskriminasi ini terjadi di wilayah-wilayah penting dalam kehidupan seperti pekerjaan, pendidikan, jabatan-jabatan publik, dan hubungan-hubungan sosial lain. Istilah minoritas sengaja  dipakai secara   sistematis  untuk memojokkan ke posisi marginal atau memberi label tidak bernilai penting dalam hubungan dengan kekuatan politik yang dominan. Diskriminasi terhadap kaum imigran semakin membuat mereka terpinggirkan dari pengambilan keputusan. Oleh karena itu semangat multikultural mau menjawab kebutuhan dasar kelompok-kelompok minoritas untuk mengembangkan  identitas  budaya dan penghargaan diri.
            Multikulturalisme sebagai budaya baru merupakan acuan dalam praktik kewarganegaraan  yang  kritis,  perjuangan  untuk  demokrasi  dan  kepedulian pada kesejahteraan umum. Dalam  konteks  tersebut, tujuan multukulturalisme sebagai partisipasi aktif sebagai warganegara. Multikulturalisme memperjuangkan agar setiap warganegara mempunyai kesempatan yang sama dan atas  dasar kemampuan masing-masing ikut serta mengarahkan masa depan masyarakat mereka. Terkait dengan identitas multukulturalisme mendorong masyarakat mengakui dan menerima keberagaman budaya sehingga berkembang rasa memiliki dan komitmen kepada masyarakatnya. Dengan kebijakan multikultural akan dibangun masyarakat yang menjamin perlakuan  adil dan hormat akan martabat  setiap orang  dari manapun asalnya.
            Multikulturalisme tidak hanya menentang penyeragaman dan mendorong penerimaan perbedaan, namun ada implikasi sosial-politik. Pemahaman akan kesatuan di dalam perbedaan mempunyai implikasi terbentuknya sistem baru representasi, partisipasi dan kewarganegaraan sehingga ada suatu forum untuk menciptakan kesatuan tanpa mengingkari kekhasan dan keberagaman. Multikulturalisme mengandaikan adanya  perjumpaan budaya dan identitas yang berbeda. Implikasinya, multikulturalisme menjadi jembatan, tempat negosiasi, peleburan cakrawala pemikiran dan dialog. Multikulturalisme mau mengkritisi dan mengingatkan bahwa institusi-institusi bisa menghasilkan rasisme dan bentuk-bentuk diskriminasi. 
            Di Indonesia, kebijakan multikultural yang mendesak adalah menyangkut agama. Penerimaan keberagaman agama perlu menjadi prioritas di dalam program multikulturalme. Kekerasan dan rendahnya toleransi sangat mewarnai sejarah hubungan agama-agama. Sejarah seperti itu meredupkan wajah agama yang menyuratkan  kedamaian, kedalaman  hidup,  solidaritas,  cinta dan harapan teguh. Masalah pokok ialah bagaimana seseorang  penganut  satu  agama menerima  dan menghormati agama lain dan sekaligus memegang  teguh  otoritas  kebenaran  agamanya  sendiri. 
            Upaya membangun Indonesia yang multikultural hanya mungkin dapat terwujud  apabila: (1) konsep  multikulturalisme  menyebar  luas  dan dipahami oleh masyarakat Indonesia, serta adanya keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional untuk mengadopsi dan menjadikan sebagai pedoman; (2) kesamaan pemahaman di antara masyarakat mengenai makna multikulturalisme dan bangunan konsep yang mendukungnya (Azyumardi   Azra  da Komaruddin   Hidayat,  2008: 35) .

jika dilihat dari hubungan antara Pancasila dan multikulturalisme terdapat lima hal penting, yaitu: (1) multikulturalisme adalah pandangan kebudayaan yang berorientasi praktis, yakni menekankan perwujudan ide menjadi tindakan. Ciri inilah yang memberikan kata sambung dengan Pancasila yang seyogyanya dipandang sebagai cita-cita. Multikulturalisme menghendaki proses belajar mengenai perbedaan kebudayaan yang dimulai dari sikap dan interaksi antar kebudayaan; (2) multikulturalisme harus menjadi grand strategy ke masa depan, khususnya dalam pendidikan nasional yang menekankan learning by doing or practicing dan tidak lagi semata-mata kognitif. Untuk itu dibutuhkan pemikiran yang komprehensif, konsisten,  dan  berjangka  panjang  yang melibatkan  semua pihak; (3) dengan  memposisikan  multikulturalisme  sebagai  perwujudan Pancasila, maka kebudayaan tidak lagi dijadikan sampiran atau embel-embel saja,  atau  dijadikan  kambing hitam. Namun jika terjadi  pergolakan  di  masyarakat, melainkan  dijadikan  salah  satu  prioritas  utama  untuk  membangun  bangsa karena integrasi bangsa bertumpu pada persoalan kebudayaan; (4) kalau multikulturalisme didefenisikan  sebagai  “sejumlah kebudayaan yang hidup berdampingan, dan seyogianya mengembangkan cara pandang yang mengakui dan menghargai keberadaan kebudayaan satu sama lain”. (5) perubahan dari cara berpikir pluralisme ke multikulturalisme dalam memandang Pancasila adalah perubahan kebudayaan yang menyangkut nilai-nilai dasar yang tidak mudah diwujudkan, maka diperlukan dua persyaratan yaitu: (1) kita harus mempunyai pemahaman yang mendalam mengenai model  multikulturalisme yang  sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia;  (2) kebijakan itu harus berjangka  panjang, konsisten, dan membutuhkan kondisi politik yang mendukung (http:   //www. setneg.go.id /index.php? option=com_content  &task=view&id=1659&Itemid=192 diakses  tgl 19-05-2012). Kemudian Azyumardi Azra  dan Komaruddin Hidayat ( 2008: 23) mengemukakan bawa konsep masyarakat multikultural dapat menjadi wadah pengembangan demokrasi di Indonesia. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat menjadi social  capital   bagi  pengembangan  masyarakat multikultural di Indonesia.
3.  Pengembangan Pendidikan Multikultral dalam KTSP
            Sebagaimana Motto “Bhineka Tunggal Ika” yang tercantum dalam lambang bangsa negara kita sangat  tepat  dalam  menggambarkan  realita  yang  ada.  Data  secara antropologis  menunjukkan  bahwa  Indonesia  memiliki  lebih  dari  300 suku bangsa yang memiliki keragaman sosial dan budaya Kelompok-kolompok budaya besar seperti Aceh, Batak, Minangkabau, Dayak, Jawa, Bugis-Makasar, Ambon, Papua dan lain-lain adalah contoh dari keberagaman tersebut. Pendidikan multikultural merupaan pendidikan yang  memberian penekanan terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya hidup di tengah-tengah  masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi. Ngainun Naim dan Achmad Sauki (2008: 12) mengemukakan bahwa dalam konteks Indonesia yang sarat dengan kemajemukan, pendidikan ini memiliki peran yang sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif .
            Model penyelenggaraan pendidikan multikultur di sekolah dapat dilakukan dengan cara terintegrasi dalam mata pelajaran pada kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penerapan atau pengintegrasian pendidikan multikultur secara jelas terlihat dalam silabus dan RPP. Melalui cara itu, maka akan terimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas secara kontekstual. Selain itu, pendidikan  multikultur  juga  bukan  mata  pelajaran  terpisah sehingga harus terintegrasi dan bukan merupakan pengetahuan yang bersifat kognitif sehingga materi  seyogyanya  dikemas  dalam  bentuk  afektif  dan  kinerja  siswa  serta pendekatan materinya dapat bersifat tematis. Pusat Kurikulum Depdiknas ( 2007: 25) telah dijelaskan penerapan atau pengintegrasian pendidikan multikultur harus dilakukan dan terlihat dalam aktivitas seluruh warga sekolah maupun dalam manajemen sekolah secara umum.  Penjelasan dari kurikulum tersebut, merupakan salah satu harapan dalam pencapaian mutu pendidikan di Indonesia.
            Sehubungan dengan kurikulum tersebut Soedijarto, (2008: 145)  menguraikan bahwa walaupun kurikulum  merupakan hasil suatu proses yang dilakukan secara sistematik, ilmiah dan professional, dampaknya terhadap ketercapaian tujuan pendidikan akan bergantung pada jenis dan kualitas proses pembelajaran, yang merupakan terjemahan dari kurikulum yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, konten pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan mendasar dan efektif di terapkan pada peserta didik. Muhaemin el-Ma'hady mengemukakan bahwa dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal lima  pendekatan,yaitu: (1) pendidikan  mengenai  perbedaan-perbedaan kebudayaaatau multikulturalisme; (2) pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan; (3)pendidikan bagi pluralisme kebudayaan; (4) pendidikan dwi-budaya. (5) pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia (Muhaemin el-Ma'hady. Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural. Dalam http://artikelpendidikan.net diakses  tgl 30-04- 2012).
            Hal-hal yang patut dikembangkan dalam menentukan model multikulruralisme  di  Indonesia  yaitu dengan  keanekaragaman  etnik,  budaya, agama,  ekonomi,  sosial,  dan  gender.  Selain  itu,  dari  segi  geografis  wilayah Indonesia  memiliki  keunikan  tersendiri  karena  wilayah dan pulaunya yang terpencar-pencar dan bervariasi, yang berbeda dengan kondisinya dengan negara lain.  Dengan  pendekatan  multikultural  ini,  fenomena  negatif  yang  ada  di masyarakat seperti deskriminasi, stereotip, dominasi, ketidakadilan, ketimpangan dan prasangka buruk dapat dikurangi, sehingga masyarakat yang berkeadilan, berkeselarasan, berkemitraan dan bertoleransi dapat segera terwujud.

Ngainun Naim dan Achmad Sauki menjelaskan bahwa dalam pengembangannya, kurikulum dengan menggunakan pendekatan  mutikultural haruslah didasarkan pada prinsip: (1) keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat, teori, model, dan hubungan sekolah dengan lingkungan sosial budaya  setempat;  (2) keragaman  budaya  menjadi dasar  dalam pengembangan berbagai komponenen kurikulum seperti tujuan, konten, proses, dan evaluasi; (3) budaya di lingkungan unit pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi yang harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar anak didik; (4) kurikulum beperan sebagai  media  dalam  mengembangkan  kebudayaan  daerah  dan  kebudayaan nasional (Ngainun Naim dan Achmad Sauki 2008: 198). Telah dijelaskan pula pada Pusat kurikulum bahwa  ada beberapa tahapan yang diperhatikan dalam pengembangan  kurikulum  berbasis  pendidikan  multicultural (Pusat Kurikulum Depdiknas 2007: 23 ) . yakni: 



1. Merumuskan  visi,  misi, tujuasekolah,  dan  pengembangan  diri yang mencerminkan kurikulum sekolah yang berbasis multikultur.
2. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar yang  bermuatan multikultur dengan memperhatikan hal-hal berikut: (1) urgensi dengan  kehidupan  peserta  didik  yang  berhubungan  dengan multikultur; (2) keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran lain yang memuat multikultur; (3) relevansi  dengan  kebutuhan  peserta  didik dalam masyarakat yang multikultur; (4) keterpakaian atau kebermaknaabagpesertdidik dalam  aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Mengidentifikasi materi  pembelajaran yang bermuatan  multikultur dengan mempertimbangkan: (1) keberagaman pesertadidik; (2) karakteristik mata pelajaran; (3) relevansi dengan karakteristik daerah; (4) tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan pritual peserta didik; (5) kebermanfaatan bagi peserta didik; (6) aktualitas materi pembelajaran; (7) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan.
4.Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang bermuatan  multikultur.Kegiatan pembelajaran dirancang  untuk  memberikan  pengalaman  belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat  terwujud  melalui  penggunaan  pendekatan  pembelajaran  inkuiri  dan berpusat pada peserta didik dengan menerapkan beberapa metode yang relevan. 
5. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi yang bermuatan multikultur. Indikator yang bermuatan multikultur merupakan   penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan yang bermuatan multikultur. Indikator  dikembangkan  sesuai  dengan  karakteristik  peserta  didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, lingkungan dan potensi daerah yang dirumuskan dalam  kata  kerja  operasional  yang  terukur  dan  dapat  diobservasi.
6. Penentuan jenis penilaian yang bermuatan multikultur. Penilaian  dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.  
7. Menentukan sumber  belajayang bermuatamultikultur.   Sumber belajar adalah rujukan, objek dan bahan yang bermuatan multikultur digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, lingkungan fisik, sosial, dan budaya










Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting